Oleh : Muhammad Mahfudh
MoU atau Memorandum of
Understanding atau Nota kesepahaman merupakan suatu bentuk perjanjian /
kesepakatan awal menyatakan langkah pencapaian saling pengertian antara kedua
belah pihak untuk melangkah kemudian pada penandatanganan suatu kontrak. Jadi
sejak awal para pihak bermaksud untuk memberlakukan perjanjian sebagai bagian
kesepakatan untuk bernegosiasi. Jadi tidak untuk menciptakan akibat hukum
terhadap konsekuensi pelaksanaan kesepakatan dari MoU tersebut. MoU merupakan
langkah untuk memastikan masing-masing pihak telah saling mengenal dan memiliki
kesamaan pemahaman dalam upaya mengurangi rasio kegagalan yang selanjutnya akan
diikat dalam suatu kontrak. Secara teoritis MoU bukanlah kontrak karena masih
dalam pra kontrak. MoU merupakan suatu bentuk perjanjian, dalam pasal 1313
KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut
pasal tersebut perjanjian tersebut hanya berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat
dalam perikatan tersebut saja. Jika terjadi wanprestasi yang dilakukan salah
satu pihak dapat diselesaikan secara perdata. Dalam pasal 1338 KUHPerdata
disebutkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”, menurut pasal tersebut berlaku asas pacta
sunt servanda bahwa janji harus ditepati. Selain itu dalam pasal 1337
KUHPerdata disebutkan bahwa “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang
oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum”. Dalam pasal 1337 dan 1338 KUHPerdata menunjukkan kedudukan
kedudukan undang-undang lebih tinggi dibanding perjanjian, dan apapun objek
perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang dapat membatalkan suatu perjanjian.
Undang-Undang dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu Undang-Undang dalam arti materiil dan formil. Undang-undang dalam
hal ini adalah Undang-Undang dalam arti kata formil atau Undang-Undang dalam
arti sempit biasa digunakan istilah “Undang-Undang”, sedangkan dalam arti
materiil memiliki makna yang luas biasa digunakan istilah “Peraturan”. Definisi
Undang-undang dalam pasal 1 butir 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa “Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan persetujuan bersama Presiden”. Kedudukan Undang-undang dalam hierarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia terletak diurutan ke-3 setelah Ketetapan
MPR dalam pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011. Undang-undang
memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi
politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan
tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan
prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan diantara
keduanya.
Jika kita melihat permasalahan
antara KPK dengan POLRI mengenai kewenangan melakukan penyelidikan terhadap
kasus korupsi simulator SIM, yang mana KPK berpegang teguh kepada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sedangkan POLRI berpegang teguh kepada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
MoU, tentu kita harus mengaca dulu dengan pengertian-pengertian diatas bahwa
undang-undang bersangkutan dengan ketatanegaraan dan permasalahan yang terjadi
diselesaikan secara konstitusi sedangkan kesepakatan atau MoU berhubungan
dengan Hukum Perdata apabila terjadi masalah diselesaikan secara perdata antara
pihak para pihak.
Berikut kesepakatan dimaksud yang ditandatangani
pada tanggal 29 Maret 2012 di Kejagung,
yaitu :
- bagian penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan PARA PIHAK;
- Penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali;
- Pihak KPK menerima rekapitulasi penyampain bulanan atas kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri;
- Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh PARA PIHAK, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara.
Dalam permasalahan tersebut
masing-masing pihak mengklaim lebih dulu mengeluarkan surat perintah
penyelidikan (Sprinlid). Polri mengklaim penyelidikan kasus dugaan korupsi
simulator SIM sesuai dengan Sprinlid /55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012,
di mana Polri telah melakukan introgasi dan pengambilan keterangan dari 33
saksi yang dinilai tahu tentang pengadaan simulator SIM roda 2 dan roda 4. Sedangkan
KPK seperti yang disampaikan Wakil ketua KPK Bambang Widjojanto, telah lebih
dahulu melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus simulator SIM. KPK telah
menyelidiki kasus ini sejak 20 Januari 2012 dan menaikkan ke tahap penyidikan
tanggal 27 Juli 2012, dan menetapkan DS dan kawan-kawan sebagai tersangka.
Melihat permasalahan tersebut
seharusnya diselesaikan secara Hukum Ketatanegaraan, karena kalau melihat pasal
6 butir c Undang-undang nomor 30 tahun 2002 KPK mempunyai tugas melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pada
pasal 7 butir a UU nomor 30 tahun 2002 KPK berwenang mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, dalam pasal 8
ayat (2) bahwa “Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau
kejaksaan”. Sehingga dalam hal tersebut sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata perjanjian
tersebut dapat ditarik kembali karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
Sumber bacaan:
- Samidjo, S.H.. 1985.Pengantar Hukum Indonesia. Bandung: Armico.
- J.C.T. Simorangkir, S.H., dkk. 2000. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika;
- Kopong Paron Pius, SH.,SU., 2011, Diktat Mata Kuliah Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Jember.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt).
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
- http://news.detik.com/read/2012/08/04/093627/1983031/10/ diakses pada 10 Nopember 2012.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kontrak diakses pada 10 Nopember 2012.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nota_kesepahaman diakses pada 10 Nopember 2012.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang diakses pada 10 Nopember 2012.
5 komentar
thanks gan infonya Penyelenggara Outbound Malang
mantep coy infonya..
terimakasi atas penjelasnya... jadi menambah wawasan aku
semoga bermanfaat
keren nih artikel tulisan manfaat terimakasih pak
EmoticonEmoticon