Sabtu, 26 Mei 2018

Hukum Gugat Cerai Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan


Perceraian

Suatu ketika ada kasus permasalahan rumah tangga, dalam kasus tersebut sang istri meminta untuk cerai kepada suami, akan tetapi suami tidak mau melakukan cerai. Kemudian sang istri mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Setelah teregister di Pengadilan Agama kemudian ditetapkan waktu persidangan. Ketika telah tiba waktunya, sebelum persidangan hakim menawarkan mediasi kepada tergugat dan penggugat. Mediasi dilakukan didalam pengadilan, yang jadi mediator adalah hakim, dalam mediasi tersebut tergugat menjelaskan bahwa dia tidak ingin terjadi talak, kemudian berbicara kepada istrinya “Jika kamu tetap meminta talak maka surga tidak halal bagimu”. Kemudian hakim berusaha menenangkan suami, kemudian suami berkata kepada hakim “Jika terjadi talak apa anda mau bertanggung jawab di akhirat nanti?”, Kemudian Timbul Pertanyaan:
  1. Siapa yang mempunyai hak untuk untuk menceraikan?
  2. Bisakah pengadilan menggugurkan talak yang telah diikrarkan suami?
  3. Bolehkan istri melakukan gugat cerai?
  4. Apa saja yang membolehkan istri melakukan gugat cerai?
  5. Sah kah perceraian yang di jatuhkan hakim tanpa ikrar yang diucapkan suami?

Jawaban:
Putusnya suatu perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab VIII Pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam Bab XVI Bagian Kesatu Pasal 113 adalah perkawinan dapat diputus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian (Khulu’).

Pengertian thalaq dapat dibedakan menurut bahasa dan menurut syari’at. Dalam kitab Kifayatul Akhyar :
الطلاق في اللغة هو حل القيد والإطلاق
Artinya :
Thalaq menurut bahasa adalah membuka ikatan dan melepaskan ikatan.
وهو في الشرع اسم لحل قيد النكاح
Artinya :
Dan Thalaq menurut syari’at disebut melepas ikatan perkawinan (nikah).
Menurut saya sendiri thalaq adalah putusnya ikatan perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki (suami) baik lisan maupun tertulis harus ada niat putus dan fahamnya orang yang dithalaq (isteri). Thalaq hanya dapat dapat dilakukan oleh laki-laki (suami). Jatuhnya thalaq menurut Imam Nawawi adalah ketika fahamnya orang dithalaq.

Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Gugat cerai adalah permintaan istri kepada suami agar istri tersebut diceraikan. Gugat cerai dalam hukum islam dikenal dengan istilah Khulu’. Khulu’ (Bahasa Arab :ﺧﻟﻊ) secara etimologi berarti “melepaskan”. Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu’ adalah permintaan cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang, atau menjanjikan sesuatu atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.

1.      Siapa yang mempunyai hak untuk untuk menceraikan?
Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 39 ayat (3), Pasal 40 ayat (2), dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131. Pasal 129 KHI menyebutkan bahwa: “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.” Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 129 tersebut talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Jadi yang mempunyai hak untuk menceraikan adalah suami.

2.      Bisakah pengadilan menggugurkan talak yang telah diikrarkan suami?
Hak untuk melakukan talak adalah hak suami, jika talak telah diikrarkan suami maka pernikahannya menjadi putus. Hakim tidak punya hak untuk menggugurkan talak yang telah diikrarkan.

3.      Bolehkan istri melakukan gugat cerai?
Gugat cerai atau khulu’ dibolehkan menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 40, KHI Pasal 132. Gugat cerai diajukan oleh istri kepada Pengadilan Agama tempat kuasanya, kemudian hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, jika tidak tercapai kata damai hakim, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, dan Putusan mengenai gugatan perceraian dilakukan dalam sidang terbuka. Jika suami mengikrarkan talak maka talaknya terjadi , tapi jika suami tidak mengucapkan talak maka hakim yang memutuskan apakah gugatanya gugur atau pernikahannya menjadi fasakh (rusak).

4.      Apa saja yang membolehkan istri melakukan gugat cerai?
Pasal 116 KHI, Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
e. sakah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
g. Suami menlanggar taklik talak;
k. peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
5.      Sah kah perceraian yang di jatuhkan hakim tanpa ikrar yang diucapkan suami?
Pasal 131 ayat (4) KHI sebagai berikut:

“Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.”

Saran
Meskipun gugatan perceraian dibolehkan, jika istri melakukannya tanpa ada alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة
“Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)


EmoticonEmoticon