Suatu
ketika ada kasus permasalahan rumah tangga, dalam kasus tersebut sang istri
meminta untuk cerai kepada suami, akan tetapi suami tidak mau melakukan cerai.
Kemudian sang istri mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Setelah
teregister di Pengadilan Agama kemudian ditetapkan waktu persidangan. Ketika
telah tiba waktunya, sebelum persidangan hakim menawarkan mediasi kepada
tergugat dan penggugat. Mediasi dilakukan didalam pengadilan, yang jadi
mediator adalah hakim, dalam mediasi tersebut tergugat menjelaskan bahwa dia
tidak ingin terjadi talak, kemudian berbicara kepada istrinya “Jika kamu tetap
meminta talak maka surga tidak halal bagimu”. Kemudian hakim berusaha
menenangkan suami, kemudian suami berkata kepada hakim “Jika terjadi talak apa
anda mau bertanggung jawab di akhirat nanti?”, Kemudian Timbul
Pertanyaan:
- Siapa yang mempunyai hak untuk untuk menceraikan?
- Bisakah pengadilan menggugurkan talak yang telah diikrarkan suami?
- Bolehkan istri melakukan gugat cerai?
- Apa saja yang membolehkan istri melakukan gugat cerai?
- Sah kah perceraian yang di jatuhkan hakim tanpa ikrar yang diucapkan suami?
Jawaban:
Putusnya suatu perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab VIII Pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam Bab
XVI Bagian Kesatu Pasal 113 adalah perkawinan dapat diputus karena kematian,
perceraian, dan atas putusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian (Khulu’).
Pengertian
thalaq dapat dibedakan menurut bahasa dan menurut syari’at.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar :
الطلاق في اللغة هو حل القيد والإطلاق
Artinya
:
Thalaq
menurut bahasa adalah membuka ikatan dan melepaskan ikatan.
وهو في الشرع اسم لحل قيد النكاح
Artinya
:
Dan
Thalaq menurut syari’at disebut melepas ikatan perkawinan (nikah).
Menurut
saya sendiri thalaq adalah putusnya ikatan perkawinan yang dilakukan oleh
laki-laki (suami) baik lisan maupun tertulis harus ada niat putus dan fahamnya
orang yang dithalaq (isteri). Thalaq hanya dapat dapat dilakukan oleh laki-laki
(suami). Jatuhnya thalaq menurut Imam Nawawi adalah ketika fahamnya orang
dithalaq.
Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan.
Gugat cerai adalah permintaan istri kepada suami agar istri
tersebut diceraikan. Gugat cerai dalam hukum islam dikenal dengan istilah
Khulu’. Khulu’ (Bahasa Arab :ﺧﻟﻊ) secara etimologi berarti “melepaskan”.
Sedangkan menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu’ adalah permintaan cerai
yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang, atau
menjanjikan sesuatu atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.
1. Siapa yang mempunyai hak untuk untuk
menceraikan?
Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 39 ayat (3), Pasal 40 ayat (2), dan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131. Pasal 129 KHI menyebutkan
bahwa: “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang
untuk keperluan itu.” Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 129
tersebut talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau
diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Jadi yang mempunyai hak untuk
menceraikan adalah suami.
2. Bisakah pengadilan menggugurkan talak yang
telah diikrarkan suami?
Hak untuk melakukan talak adalah hak suami, jika talak telah
diikrarkan suami maka pernikahannya menjadi putus. Hakim tidak punya hak untuk
menggugurkan talak yang telah diikrarkan.
3. Bolehkan istri melakukan gugat cerai?
Gugat cerai atau khulu’ dibolehkan menurut UU No. 1 Tahun
1974 Pasal 40, KHI Pasal 132. Gugat cerai diajukan oleh istri kepada Pengadilan
Agama tempat kuasanya, kemudian hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak,
jika tidak tercapai kata damai hakim, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan
dalam sidang tertutup, dan Putusan mengenai gugatan perceraian dilakukan dalam sidang
terbuka. Jika suami mengikrarkan talak maka talaknya terjadi , tapi jika suami
tidak mengucapkan talak maka hakim yang memutuskan apakah gugatanya gugur atau
pernikahannya menjadi fasakh (rusak).
4. Apa saja yang membolehkan istri melakukan
gugat cerai?
Pasal 116 KHI, Perceraian dapat terjadi karena alasan atau
alasan-alasan:
a. salah satu
pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan;
b. salah satu
pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. salah satu
pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung;
d. salah satu
pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
e. sakah satu
pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami atau isteri;
f. antara
suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
g. Suami
menlanggar taklik talak;
k. peralihan
agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah
tangga.
5.
Sah kah
perceraian yang di jatuhkan hakim tanpa ikrar yang diucapkan suami?
Pasal 131 ayat (4) KHI sebagai berikut:
“Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak
dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang
izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami
untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.”
Saran
Meskipun gugatan perceraian dibolehkan, jika istri melakukannya tanpa
ada alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ
سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ
الْجَنَّة
“Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada
suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita
tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
EmoticonEmoticon