Rabu, 30 Januari 2019

Sengketa Industrial yang Diselesaikan Melalui Lembaga Arbitrase Internasional Singapore International Arbitration Centre (SIAC)


Segi hukum perdata internasional yang terdapat dalam kasus Pihak Astro melawan PT APM, PT DV, PT First Media Tbk. dilihat dari titik pertalian primer yang bersangkutan, yaitu status personal badan hukum, pilihan forum dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia, serta tempat  tujuan pelaksanaan putusan arbitrase internasional sebagai titik pertalian sekunder.

Status personal badan hukum adalah salah satu titik pertalian primer yang memperlihatkan apakah suatu perkara merupakan persoalan Hukum Perdata Internasional atau bukan. Mengingat bahwa kita sedang membahas Hukum Perdata Internasional Indonesia, maka peraturan yang digunakan untuk menjawab persoalan status personal badan hukum, apakah benar ada unsur badan hukum asing dalam kasus adalah peraturan Indonesia.

  1. UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
  2. UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara  Republik  Indonesia  yang ditentukan dalam anggaran dasar. Pasal 17 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah   kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) sekaligus merupakan kantor pusat perseroan.
  3. Dilihat dari Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia, Pasal 7 menyatakan bahwa badan hukum tunduk kepada hukum dari negara dimana badan-badan hukum itu didirikan. Akan tetapi apabila badan hukum bersangkutan melaksanakan kegiatan utamanya di dalam wilayah Indonesia, maka akan berlakulah hukum Indonesia.

Berdasarkan peraturan di atas, dapat disimpulkan bahwa praktek hukum di Indonesia, mengakui  penggabungan dari prinsip inkorporasi dan prinsip kedudukan manajemen yang efektif. Badan hukum dikatakan badan hukum Indonesia, jika didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan melaksanakan kegiatan   utamanya di Indonesia.   Berdasarkan   penafsiran   argumentatus   a contrario , maka badan hukum asing adalah  badan  hukum  yang  didirikan berdasarkan hukum asing dan menjalankan pusat kegiatannya di tempat di luar wilayah Indonesia.

Pada bagian identitas para pihak (selain dari  yang berstatus hukum Indonesia) yang terkait dalam perjanjian, maupun proses beracara pada SIAC dan Pengadilan Indonesia, disebutkan bahwa para pihak adalah sebagai berikut;
  1. Astro Nusantara International B.V.,  Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Belanda;
  2. Astro Nusantara Holdings B.V., Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Belanda;
  3. Astro Multimedia Corporation N.V., Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Belanda;
  4. Astro Multimedia N.V., Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Belanda;
  5. Astro Overseas Limited, Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Bermuda;
  6. Astro All Asia Networks plc, Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Inggris;
  7. Measat Broadcast Network Systems Sdn Bhd, Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Malaysia;
  8. All Asia Multimedia Networks Fz-Llc, Perseroan Terbatas yang berkedudukan di Uni Emirates Arab.
Jelaslah bahwa badan-badan hukum tersebut tidak didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan melaksanakan pusat kegiatannya di Indonesia, sehingga berdasarkan Hukum Indonesia, badan-badan hukum di atas berstatus badan hukum asing.

Putusan arbitrase yang dimintakan pelaksanaannya di Indonesia adalah Putusan Provisi Arbitrase Internasional SIAC Nomor: 062 Tahun 2008 (ARB 062/08/JL). Putusan ini dikeluarkan oleh lembaga arbitrase SIAC yang berkedudukan di Singapura.

Ketika para pihak memilih SIAC sebagai forum penyelesaian sengketa berdasar Pasal 17.4 SSA, maka ada beberapa hukum yang berlaku, yaitu:
  1. Hukum Singapura sebagai lex arbitri
    Singapura memiliki dua undang-undang arbitrase, satu yang berlaku untuk arbitrase domestik dan satu lagi untuk arbitrase internasional. Bagi arbitrase nasional Singapura berlaku Arbitration Act , dan bagi arbitrase internasional berlaku International Arbitration Act (untuk selanjutnya disebut IAA).
  2. SIAC Rules tahun 2007  sebagai procedural law
    Berdasarkan Pasal 17.4 SSA, para pihak  memilih  SIAC  sebagai institusi arbitrase serta menyatakan bahwa SIAC Rules akan berlaku dalam proses arbitrase. Sesuai dengan asas pacta  sunt  servanda, maka  majelis arbitrase dalam menjalankan proses arbitrase tunduk pada SIAC Rules tahun 2007.
  3. Hukum Singapura sebagai substantive law
  4. Pasal 18.5 SSA berbunyi, “This Agreement shall be governed by and construed in accordance  with  the  laws  of  the  Republic  of  Singapore.”
  5. (Terjemahan   bebas   :   “Perjanjian   ini   dijalankan   berdasarkan  Hukum Singapura”). Sesuai dengan asas pacta sunt servanda, maka majelis arbitrase ketika memeriksa sengketa antara para pihak yang timbul berdasarkan SSA, memperlakukan hukum Singapura.
Putusan Provisi Arbitrase Internasional SIAC yang tunduk pada Hukum Singapura ini kemudian dimintakan pelaksanaannya di Indonesia melalui Konvensi New York 1958 sebagai putusan arbitrase asing. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Konvensi New  York,  forum  yang  memiliki  yurisdiksi  untuk menilai apakah Putusan Provisi Arbitrase Internasional SIAC dapat dilaksanakan di Indonesia, adalah forum Indonesia. Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional sebagai titik pertalian primer dapat dilihat ketika  Pihak  Astro mengajukan  permohonan pelaksanaan Putusan Provisi  Arbitrase  Internasional SIAC, yang mengandung anasir asing, yaitu Hukum Singapura, di Indonesia.


EmoticonEmoticon